Jumat, 02 November 2012

Akulturasi dan Relasi Internakultural


Akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing. Kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaannya sendiri tanpa menyebabkan hilangnya unsur kebudayaan kelompok itu sendiri.

Dalam hal ini terdapat perbedaan antara bagian kebudayaan yang sukar berubah dan terpengaruh oleh unsur-unsur kebudayaan asing (covert culture), dengan bagian kebudayaan yang mudah berubah dan terpengaruh oleh unsur-unsur kebudayaan asing (overt culture). 
Covert culture misalnya: 
1) sistem nilai-nilai budaya, 
2) keyakinan-keyakinan keagamaan yang dianggap keramat, 
3) beberapa adat yang sudah dipelajari sangat dini dalam proses sosialisasi individu warga masyarakat, dan 4) beberapa adat yang mempunyai fungsi yang terjaring luas dalam masyarakat. 
Sedangkan overt culture misalnya kebudayaan fisik, seperti alat-alat dan benda-benda yang berguna, tetapi juga ilmu pengetahuan, tata cara, gaya hidup, dan rekreasi yang berguna dan memberi kenyamanan.

Sedangkan beberapa contoh yang sering digunakan untuk menjelaskan proses akulturasi antara lain:
a. Menara kudus, akulturasi antara Islam (fungsinya sebagai masjid) dengan Hindu (ciri fisik menyerupai bangunan pura pada agama Hindu)

b. Wayang, akulturasi kebudayaan Jawa (tokoh wayang: Semar, Gareng, Petruk, Bagong) dengan India (ceritanya diambil dari kitab Ramayana dan Mahabharata)

c. Candi Borobudur, akulturasi antara agama Budha (candi digunakan untuk ibadah umat Budha) dengan masyarakat sekitar daerah Magelang (relief pada dinding candi menggambarkan kehidupan yang terjadi di daerah Magelang dan sekitarnya)

d. Seni kaligrafi, akulturasi kebudayaan Islam (tulisan Arab) dengan kebudayaan Indonesia (bentuk-bentuknya bervariasi)


Komunikasi antarbudaya adalah komunikasi yang terjadi di antara orang-orang yang memiliki kebudayaan yang berbeda (bisa beda ras, etnik, atau sosioekonomi, atau gabungan dari semua perbedaan ini).  

Menurut Stewart L. Tubbs, komunikasi antarbudaya adalah komunikasi antara orang-orang yang berbeda budaya (baik dalam arti ras, etnik, atau perbedaan-perbedaan sosio ekonomi).Kebudayaan adalah cara hidup yang berkembang dan dianut oleh sekelompok orang serta berlangsung dari generasi ke generasi.

Hamid Mowlana menyebutkan komunikasi antarbudaya sebagai human flow across national boundaries. Misalnya; dalam keterlibatan suatu konfrensi internasional dimana bangsa-bangsa dari berbagai negara berkumpul dan berkomunikasi satu sama lain. 

Sedangkan Fred E. Jandt mengartikan komunikasi antarbudaya sebagai interaksi tatap muka di antara orang-orang yang berbeda budayanya.

Guo-Ming Chen dan William J. Sartosa mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya adalah proses negosiasi atau pertukaran sistem simbolik yang membimbing perilaku manusia dan membatasi mereka dalam menjalankan fungsinya sebagai kelompok.  

Selanjutnya komunikasi antarbudaya itu dilakukan:
  1. Dengan negosiasi untuk melibatkan manusia di dalam pertemuan antarbudaya yang membahas satu tema (penyampaian tema melalui simbol) yang sedang dipertentangkan. Simbol tidak sendirinya mempunyai makna tetapi dia dapat berarti ke dalam satu konteks dan makna-makna itu dinegosiasikan atau diperjuangkan
  2. Melalui pertukaran sistem simbol yang tergantung dari persetujuan antarsubjek yang terlibat dalam komunikasi, sebuah keputusan dibuat untuk berpartisipasi dalam proses pemberian makna yang sama
  3. Sebagai pembimbing perilaku budaya yang tidak terprogram namun bermanfaat karena mempunyai pengaruh terhadap perilaku kita
  4. Menunjukkan fungsi sebuah kelompok sehingga kita dapat membedakan diri dari kelompok lain dan mengidentifikasinya dengan pelbagai cara.
Menurut saya kesimpulannya adalah, dengan adanya komunikasi antarbudaya, maka akulturasi dapat terjadi. Ini bisa dicontohkan dengan keadaan yang terjadi di Bali. Di Bali, turis mancanegara berbaur dengan penduduk lokal. Berbaurnya turis asing dengan penduduk lokal pastilah dengan komunikasi, dalam hal ini komunikasi antarbudaya pun dapat terjadi. Di Bali, turis tidak hanya datang untuk mengagumi panorama alamnya melainkan juga belajar dan mengetahui budaya yang ada di Bali. Begitu juga dengan penduduk lokal. Penduduk lokal yang tadinya tidak bisa berbahasa inggris, jadi terbiasa menggunakan bahasa inggris walaupun tidak belajar secara formal. Budaya barat seperti clubbing pun mulai masuk ke Bali dan dikenalkan kepada penduduk lokal. Meskipun budaya barat sudah menempel dan lekat dengan Bali, tapi penduduk lokal masih bertahan dengan budayanya yang lama seperti sembahyang setiap hari, nyepi, dan hari-hari besar lainnya. Saat penduduk lokal sedang merayakan hari besarnya, turis-turis asing pun menghormati kegiatan tersebut. Misalnya saat merayakan Nyepi, Bali akan sepi dari aktivitas dan keramaian disebabkan penduduk lokal yang memang hanya bersembahyang di rumah masing-masing. Kegiatan tersebut pun tidak akan jadi masalah untuk turis karena adanya komunikasi antarbudaya.

Sumber :

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/poerwanti-hadi-pratiwi-spd-msi/asimilasi-akulturasi.pdf