Senin, 25 Maret 2013

Terapi Eksistensial Humanistik


Terapi eksistensial humanistik adalah terapi yang sesuai dalam memberikan bantuan kepada klien. Karena teori ini mencakup pengakuan eksistensialisme terhadap kekacauan, keniscayaan, keputusasaan manusia kedalam dunia tempat dia bertanggung jawab atas dirinya.

Menurut kartini kartono dalam kamus psikologinya mengatakan bahwa terapi eksistensial humanistik adalah salah satu psikoterapi yang menekankan pengalaman subyektif individual kemauan bebas, serta kemampuan yang ada untuk menentukan satu arah baru dalam hidup.

Sedangkan menurut W.S Winkel, Terapi Eksistensial Humanistik adalah Konseling yang menekankan implikasi – implikasi dan falsafah hidup dalam menghayati makna kehidupan manusia di bumi ini. Konseling Eksistensial Humanistik berfokus pada situasi kehidupan manusia di alam semesta, yang mencakup tanggung
jawab pribadi, kecemasan sebagai unsur dasar dalam kehidupan batin. Usaha untuk menemukan makna diri kehidupan manusia, keberadaan dalam komunikasi dengan manusia lain, kematian serta kecenderungan untuk mengembangkan dirinya semaksimal mungkin.


Terapi eksistensial tidak terikat pada salah seorang pelopor, akan tetapi eksistensial memiliki banyak pengembang, tetapi yang populer adalah Victor Frankl, Rollo May, irvin Yalom, James Bugental, dan Medard Boss. Eksistensialisme bersama-sama dengan psikologi humanistik, muncul untuk merespon dehumanisasi yang timbul sebagai efek samping dari perkembangan industri dan urbanisasi masyarakat. Pada waktu itu banyak orang membutuhkan kekuatan untuk mengembalikan sense of humannes disamping untuk memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan kebermaknaan hidup, khususnya yang berkaitan dengan upaya menghadapi kehancuran, isolasi, dan kematian.


Konsep-konsep Utama Terapi Eksistensial Humanistik
a. Pandangan tentang Manusia
Terapi Eksistensial humanistik berfokus pada kondisi manusia. Pendekatan ini terutama adalah suatu sikap yang menekankan pada pemahaman atas manusia alihalih suatu sistem tehnik-tehnik yang digunakan untuk mempengaruhi klien. Eksistensial humanistik berasumsi bahwa manusia pada dasarnya memiliki potensi-potensi yang baik minimal lebih banyak baiknya dari pada buruknya. Terapi eksistensial humanistik memusatkan perhatian untuk menelaah kualitas-kualitas insani, yakni sifat-sifat dan kemampuan khusus manusia yang terpateri pada eksistensial manusia, seperti kemampuan abstraksi, daya analisis dan sintesis, imajinasi, kreatifitas, kebebasan sikap etis dan rasa estetika.

Menurut teori dari Albert Ellis yang berhubungan dengan eksistensi manusia. Ia menyatakan bahwa manusia bukanlah makhluk yang sepenuhnya ditentukan secara biologis dan didorong oleh naluri-naluri. Ia melihat sebagai individu sebagai unik dan memiliki kekuatan untuk menghadapi keterbatasan-keterbatasan untuk merubah pandangan-pandangan dan nilai-nilai dasar dan untuk mengatasi kecenderungan-kecenderungan menolak diri sendiri.
Manusia mempunyai kesanggupan untuk mengkonfrontasikan sistem-sistem nilainya sendiri dan mendoktrinasi diri dengan keyakinan-keyakinan, gagasan-gagasan dan nilai yang berbeda, sehingga akibatnya, mereka akan bertingkah laku yang berbeda dengan cara mereka bertingkah laku dimasa lalu. Jadi karena berfikir dan bertindak sampai menjadikan dirinya bertambah, mereka bukan korban-korban pengondisian masa lalu yang positif.


Tujuan Eksistensial Humanistik
Tujuan mendasar eksistensial humanistik adalah membantu individu menemukan nilai, makna, dan tujuan  alam hidup manusia sendiri. Juga diarahkan untuk membantu klien agar menjadi lebih sadar bahwa mereka memiliki kebebasan untuk memilih dan bertindak, dan kemudian membantu mereka membuat pilihan hidup yang memungkinkannya dapat mengaktualisasikan diri dan mencapai kehidupan yang bermakna.

Menurut Gerald Corey terapi eksistensial humanistik bertujuan agar klien mengalami keberadaanya secara otentik dengan menjadi sadar atas keberadaan dan potensi-potensi serta sadar bahwa ia dapat membuka diri dan bertindak berdasarkan kemampuannya. Terdapat tiga karakteristik dari keberadaan otentik, menyadari
sepenuhnya keadaan sekarang, memilih bagaimana hidup pada saat sekarang, dan memikul tanggung jawab untuk memilih. Pada dasar nya terapi eksistensial adalah meluaskan kesadaran diri klien, dan karenanya meningkatkan kesanggupan pilihannya, yakni menjadi bebas dan bertanggung jawab atas arah hidupnya.


Ciri-ciri Eksistensial Humanistik

Adapunciri-ciri dari terapi eksistensial humanistik adalah sebagai berikut:
1. Eksistensialisme bukanlah suatu aliran melainkan suatu gerakan yang memusatkan penyelidikannya manusia sebagai pribadi individual dan sebagai ada dalam dunia (tanda sambung menunjukkan ketakterpisahan antara manusia dan dunia).
2. Adanya dalil-dalil yang melandasi yaitu
a. Setiap manusia unik dalam kehidupan batinnya, dalam mempersepsi dan mengevaluasi dunia, dan dalam bereaksi terhadap dunia
b. Manusia sebagai pribadi tidak bisa dimengerti ddalam kerangka fungsi-fungsi atau unsur-unsur yang membentuknya.
c. Bekerja semata-mata dalam kerangka kerja stimulus respons dan memusatkan perhatian pada fungsi-fungsi seperti penginderaan, persepsi, belajar, dorongan-dorongan, kebiasaan-kebiasaan, dan tingkah laku emosional tidak akan mampu memberikan sumbangan yang berarti kepada pemahaman manusia
3. Berusaha melengkapi, bukan menyingkirkan dan menggantikan orientasi-orientasi yang ada dalam psikologi
4. Sasaran eksistensial adalah mengembangkan konsep yang komperehensif tentang manusia dan memahami manusia dalam keseluruhan realitas eksistensialnya, misalnya pada kesadaran, perasaan-perasaan, suasana-suasana perasaan, dan pengalaman-pengalaman pribadi individual yang berkaitan dengan keberadaan individualnya dalam dunia dan diantara sesamanya.
Tujuan utamanya adalah menemukan kekuatan dasar, tema, atau tendensi dari kehidupan manusia, yang
dapat dijadikan kunci kearah memahami manusia.
5. Tema-temanya adalah hubungan antar manusia, kebebasan, dan tanggung jawab, skala nilai-nilai individual, makna hidup, penderitaan, keputusasaan, kecemasan dan kematian.


Tema–tema dan Dalil–dalil Utama Eksistenisal
Dalil 1 : kesadaran Diri
Manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari diri yang menjadikan dirinya mampu melampaui situasi sekarang dan membentuk basis bagi aktivitas-aktivitas berpikir dan memilih yang khas manusia.

Dalil 2 : kebebasan dan Tanggung Jawab
Manusia adalah makluk yang menentukan diri, dalam arti bahwa dia memiliki kebebasan untuk memilih diantara alternatif-alternatif. Karena manusia pada dasarnya bebas, maka ia harus bertanggung jawab atas pengarahan hidup dan penentuan nasibnya sendiri.

Dalil 3 : keterpusatan dan kebutuhan akan orang lain
Setiap individu memiliki kebutuhan untuk memelihara keunikan dan keterpusatannya, tetapi pada saat yang sama ia memiliki kebutuhan untuk keluar dari dirinya sendiri dan untuk berhubungan dengan orang lain serta dengan alam. Kegagalan dalam berhubungan dengan orang lain dan dengan alam menyebabkan ia
kesepian, mengalami alienasi, keterasingan, dan depersonalisasi.

Dalil 4 : Pencarian makna
Salah satu karakteristik yang khas pada manusia adalah perjuanganya untuk marasakan arti dan maksud hidup. Manusia pada dasarnya selalu dalam pencarian makna dan identitas pribadi.

Dalil 5 : Kecemasan sebagai syarat hidup
Kecemasan adalah suatu karakteristik dasar manusia. Kecemasan tidak perlu merupakan sesuatu yang patologis, sebab ia bisa menjadi suatu tenaga motivasional yang kuat untuk pertumbuhan. Kecemasan adalah akibat dari kesadaran atas tanggung jawab untuk memilih.

Dalil 6 : Kesadaran atas kematian dan Nonada
Kesadaran atas kematian adalah kondisi manusia yang mendasar yang memberikan makna kepada hidup. Para eksistensialis tidak memandang kematian secara negatif. Menurut mereka, karakteristik yang khas pada manusia adalah kemampuannya untuk memahami konsep masa depan dan tak bisa dihindarkannya kematian. Justru kesadaran atas akan terjadinya ketiadaan memberikan makna kepada keberadaan, sebab hal itu menjadikan setiap tindakan manusia itu berarti.

Dalil 7 : Perjuangan untuk Aktualisasi diri
Manusia berjuang untuk aktualisasi diri, yakni kecenderungan untuk menjadi apa saja yang mereka mampu.


Fungsi dan Peran Terapis
Dalam pandangan eksistensialis tugas utama dari seorang terapis adalah mengeksplorasi persoalanpersoalan
yang berkaitan dengan ketakberdayaan, keputusasaan, ketakbermaknaan, dan kekosongan eksistensial serta berusaha memahami keberadaan klien dalam dunia yang dimilikinya. May (1981), memandang bahwa tugas terapis bukanlah untuk merawat atau mengobati konseli, akan tetapi diantaranya adalah membantu klien agar menyadari tentang apa yang sedang mereka lakukan, dan untuk membantu mereka keluar dari posisi peran sebagai korban dalam hidupnya dalam keberadaanya di dunia

Proses dan Teknik Konseling Eksistensial humanistik

Proses konseling oleh para eksistensial meliputi tiga tahap yaitu:
1. Tahap pertama, konselor membantu klien dalam mengidentifikasi dan mengklarifikasi asumsi mereka terhadap dunia. Klien diajak mendefinisikan cara pandang agar eksistensi mereka diterima. Konselor mengajarkan mereka bercermin pada eksistensi mereka dan meneliti peran mereka dalam hal penciptaan masalah dalam kehidupan mereka.
2. Pada tahap kedua, klien didorong agar bersemangat untuk lebih dalam meneliti sumber dan otoritas dari system mereka. Semangat ini akan memberikan klien pemahaman baru dan restrukturisasi nilai dan sikap mereka untuk mencapai kehidupan yang lebih baik dan dianggap pantas.
3. Tahap ketiga berfokus pada untuk bisa melaksanakan apa yang telah mereka pelajari tentang diri mereka. Klien didorong untuk mengaplikasikan nilai barunya dengan jalan yang kongkrit. Klien biasanya akan menemukan kekuatan untuk menjalani eksistensi kehidupanya yang memiliki tujuan. Dalam perspektif
eksistensial, teknik sendiri dipandang alat untuk membuat klien sadar akan pilihan mereka, serta bertanggungjawab atas penggunaaan kebebasan pribadinya.

sumber:
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=4&cad=rja&ved=0CD4QFjAD&url=http%3A%2F%2Fdigilib.sunan-ampel.ac.id%2Ffiles%2Fdisk1%2F214%2Fjiptiain--rizaamalia-10695-4-babii.pdf&ei=bllQUaz5OIzRrQempICgBg&usg=AFQjCNGhrNaw_hs2f2klI-wnrwkyQZKQVA&sig2=JlSp04lsi1yarqXFJr7_GQ&bvm=bv.44158598,d.bmk
www.psikomedia.com/article/pdf?id=2408


















Senin, 18 Maret 2013

Terapi Psikoanalisa

Yuhuuu,, long time no see!!! Back with me in new semester and new subject, Psychotherapy. Well,, this is my first post in this subject, so, say Bismillah and let's learning about Psychoanalysis Therapy. :)

*riweuh ih pake english, back to bahasa deh*

Oke,, pertama-tama, saya akan jelasin apa itu psikoterapi.
Psikoterapi adalah suatu interaksi sistematis antara pasien dan terapis yang menggunakan prinsip-prinsip psikologis untuk membantu menghasilkan perubahan dalam tingkah laku, pikiran, dan perasaan pasien supaya membantu pasien mengatasi tingkah laku abnormal dan memecahkan masalah-masalah dalam hidup atau berkembang sebagai seorang individu.

Sekarang psikoanalisisnya nii...
Psikoanalisis adalah salah satu aliran psikologi kepribadian dan yang meletakkan dasar metodologi kajian psikologi. Pada dasarnya ia adalah satu aliran psikoterapi. Ide dasarnya adalah upaya mengangkat pikiran tidak sadar untuk muncul ke permukaan dan disadari eksistensinya dengan cara asosiasi bebas. Tujuannya adalah untuk membantu pasien dalam menyadari problematika yang dihadapinya dan mengendalikan goncangan kejiwaan yang berasal darinya. Juga merekonstruksi kepribadian yang selaras antara id, ego, dan superego. FYI, id, ego, dan superego merupakan struktur kepribadian menurut Freud. Id itu adalah sistem kepribadian yang asli, berisikan segala sesuatu yang secara psikologis diwariskan dan telah ada sejak lahir, termasuk insting-insting. Ego adalah perasaan yang timbul karena kebutuhan-kebutuhan organisme yang memerlukan transaksi -transaksi yang sesuai dengan dunia kenyataan objektif. contohnya, orang yang lapar harus mencari, menemukan, dan memakan makanan sampai rasa laparnya hilang. Sedangkan superego adalah wewenang moral dari kepribadian, mencerminkan yang ideal dan bukan yang real, mengarahkan individu untuk bertindak sesuai dengan norma moral yg berlaku di masyarakat.
Ada gambarnya juga loohh...
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhCCn7iT25f4pSjSnWeZ1SHnIyNPEzP70gZrqFbm5JN1RPH_iLBCaw5mw9sRZHSzAssEANZHnXuHOhm-BOZizxTc-8KtYTlCNZK33H8TO9n3tiLahOybw4rTd3c3b7VUlADHmHjBwzxumUw/s1600/images.jpg


Metode yang digunakan dalam terapi psikoanalisis/psikoanalisa
 
1. Hipnotis
Awal kemunculan hipnotis diperkirakan sekitar tahun 1700-an, ketika itu, seorang dokter Wina bernama Franz Anton Mesmer memperlihatkan suatu teknik animal magnetism, tapi kemudian berubah menjadi hipnotisme karena penekanan dari teknik tersebut dialihkan untuk menimbulkan suatu keadaan kesadaran yang berubah melalui sugesti verbal. Pada abad ke-19, Jean-Martin Charcot, seorang dokter Prancis yang hidup sekitar tahun 1825-1893 itu melihat hipnotis sebagai cara untuk membantu orang-orang supaya menjadi santai. Pada tahun yang tidak diketahui, di Paris, Charcot melakukan eksperimen dengan menggunakan hipnotis untuk menangani hysteria, yaitu suatu kondisi di mana seseorang mengalami kelumpuhan atau mati rasa yang tidak dapat dijelaskan oleh pelbagai macam penyebab fisik.
 
2. Asosiasi Bebas
Free Association yang kemudian dialihbahasakan  ke dalam bahasa Indonesia menjadi ‘Asosiasi Bebas’ merupakan acuan utama dalam menjabarkan hal ihwal asosiasi bebasnya Freud. Asosiasi bebas secara sederhana didefinisikan sebagai bicara bebas, yaitu sesuatu yang tidak lebih dari berbicara tentang apa yang terlintas dalam pikiran, beralih dari satu topik menuju topik lain dalam suatu urutan yang bergerak bebas serta tidak mengikuti agenda tertentu. 

3. Analisis Mimpi
Mimpi, dipercaya Freud sebagai “jalan yang sangat baik menuju ketaksadaran”. Hal tersebut didasari kepercayaan Freud bahwa mimpi itu perwujudan dari materi atau isi yang tidak disadari, yang memasuki kesadaran lewat yang tersamar. Dalam hal ini, mimpi mengandung muatan manifes atau manifest content dan content latent atau  muatan laten. Yang disebut pertama merupakan materi mimpi yang dialami dan dilaporkan. Sedangkan yang disebut kemudian, ialah materi bawah sadar yang disimbolisasikan atau diwakili oleh mimpi.
 
4. Transferensi
Dalam psikoanalitik Freud, transferensi berarti proses pemindahan emosi-emosi yang terpendam atau ditekan sejak awal masa kanak-kanak oleh pasien kepada terapis. Transferensi dinilai sebagai alat yang sangat berharga bagi terapis untuk menyelidiki ketaksadaran pasien karena alat ini mendorong pasien untuk menghidupkan kembali pelbagai pengalaman emosional dari tahun-tahun awal kehidupannya.
 
5. Penafsiran
Penafsiran itu sendiri adalah penjelasan dari psikoanalis tentang makna dari asosiasi-asosiasi, berbagai mimpi, dan transferensi dari pasien. Sederhananya, yaitu setiap pernyataan dari terapis yang menafsirkan masalah pasien dalam suatu cara yang baru. Penafsiran oleh analis harus memperhatikan waktu. Dia harus dapat memilah atau memprediksi kapan waktu yang baik dan tepat untuk membicarakan penafsirannya kepada pasien.

The Conclusion is (halah) psikoanalisa merupakan salah satu aliran dari psikoterapi. Maksudnya adalah terapi bisa dilakukan dengan metode psikoanalisa dengan 5 teknik. Yaitu, hipnotis, asosiasi bebas, analisis mimpi, transferensi, dan penafsiran. Teknik-teknik tersebut dilakukan dengan tujuan agar terapis dapat membantu pasien dalam menyadari problematika yang dihadapinya dan mengendalikan goncangan kejiwaan yang berasal darinya. Juga merekonstruksi kepribadian yang selaras antara id, ego, dan superego.

Okee,, udahan duluu. See you in my next post... :) 

Daftar Pustaka
Semiun, Yustinus. (2010). Kesehatan Mental 3 Gangguan-Gangguan yang Sangat Berat, Simtomatologi, Proses Diagnosis, dan Proses Terapi Gangguan-Gangguan Mental. Kanisius: Yogyakarta.
Taufiq, Muhammad Izuddin. (2006). Psikologi Islam. Gema Insani: Depok.
Hall, calvin dan Gardner Lindzey. 1993. Psikologi kepribadian 1, teori-teori psikodinamik ( klinis ). Yogyakarta : Kanisius
Semiun ,Yustinus. 2006. Teori kepribadian dan terapi psikoanalitik Freud. Yogyakarta: Kanisius