Minggu, 28 April 2013

Behaviour Therapy (Terapi Perilaku)


Definisi Terapi Perilaku
Terapi perilaku adalah penggunaan prinsip dan paradigm belajar yang ditatpkan secara eksperimental untuk mengatasi perilaku tidak adaptif. Dalam prakteknya, terapi perilaku adalah penekanan pada analisis perilaku untuk menguji secara sistematik hipotesis mana terapi didasarkan.

Tujuan Terapi Perilaku
  1. Mengubah perilaku yang tidak sesuai pada klien
  2. Membantu klien belajar dalam proses pengambilan keputusan secara lebih efisien.
  3. Mencegah munculnya masalah di kemudian hari.
  4.  Memecahkan masalah perilaku khusus yang diminta oleh klien.
  5.   Mencapai perubahan perilaku yang dapat dipakai dalam kegiatan kehidupannya.
Teknik-Teknik Terapi Perilaku
  1. Desensitisasi sistematik dipandang sebagai proses deconditioning atau counterconditioning. Prosedurnya adalah memasukkan suatu respons yang bertentangan dengan kecemasan, seperti relaksasi. Individu belajar untuk relaks dalam situasi yang sebelumnya menimbulkan kecemasan.
  2. Flooding adalah prosedur terapi perilaku di mana orang yang ketakutan memaparkan dirinya sendiri dengan apa yang membuatnya takut, secara nyata atau khayal, untuk periode waktu yang cukup panjang tanpa kesempatan meloloskan diri.
  3. Penguatan sistematis (systematic reinforcement) didasarkan atas prinsip operan, yang disertai pemadaman respons yang tidak diharapkan. Pengkondisian operan disertai pemberian hadiah untuk respons yang diharapkan dan tidak memberikan hadiah untuk respons yang tidak diharapkan. 
  4. Pemodelan (modeling) yaitu mencontohkan dengan menggunakan belajar observasionnal. Cara ini sangat efektif untuk mengatasi ketakutan dan kecemasan, karena memberikan kesempatan kepada klien untuk mengamati orang lain mengalami situasi penimbul kecemasan tanpa menjadi terluka. Pemodelan lazimnya disertai dengan pengulangan perilaku dengan permainan simulasi (role-playing).
  5. Regulasi diri melibatkan pemantauan dan pengamatan perilaku diri sendiri, pengendalian atas kondisi stimulus, dan mengembangkan respons bertentangan untuk mengubah perilaku maladaptif.
Teori dasar Metode Terapi Perilaku
  1. Perilaku maladaptif dan kecemasan persisten telah dibiasakan (conditioned) atau dipelajari (learned)
  2. Terapi  untuk perilaku maladaptif adalah dg penghilangan kebiasaan (deconditioning) atau ditinggalkan (unlearning)
  3. Untuk menguatkan perilaku adalah dg pembiasaan perilaku (operant and clasical conditioning)
Fungsi dan Peran Terapis
Terapis tingkah laku harus memainkan peran aktif dan direktif dalam pemberian treatment, yakni terapis menerapkan pengetahuan ilmiah pada pencarian pemecahan masalah-masalah manusia, para kliennya. Terapi tingkah laku secara khas berfungsi sebagai guru, pengarah, dan ahli dalam mendiagnosis tingkah laku yang maladaptif dan dalam menentukan prosedur-prosedur penyembuhan yang diharapkan, mengarah pada tingkahlaku yang baru dan adjustive.
Hubungan antara Terapis dan Klien
Pembentukan hubungan pribadi yang baik adalah salah satu aspek yang esensial dalam proses terapeutik, peran terapis yang esensial adalah peran sebagai agen pemberi perkuatan. Para terapis tingkah laku menghindari bermain peran yang dingin dan impersonal sehingga hubungan terapeutik lebih terbangun daripada hanya memaksakan teknik-teknik kaku kepada para klien.

Sumber:
Gunarsa, Singgih D. (2007). Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: Gunung Mulia.
Howland, Rebeka. (1997). Psikiatri. Alih Bahasa: R.F Maulany. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Minggu, 21 April 2013

Rational Emotive Therapy



Pengertian
Teori konseling kognitif lain dalam teori perilaku adalah teori Rational emotive. Konsep dasar teori ini adalah bahwa pola berpikir manusia itu sangat dipengaruhi oleh emosi, demikian pula sebaliknya. Emosi adalah pikiran yang dialihkan dan diprasangkakan atau sebagai suatu proses sikap dan kognitif yang intrinsik. Sedangkan pikiran-pikiran seseorang dapat menjadi emosi seseorang dan merasakan sesuatu dalam situasi tertentu pikiran seseorang.

Konsep dasar RET

  1. Antecedent event(A): Yaitu segenap peristiwa luas yang dialami/memapar individu. Peristiwa pendahulu yang berupa fakta, kejadian, tingkah laku/sikap orang lain. Perceraian suatu keluarga, kelulusan bagi siswa dan seleksi masuk bagi calon karyawan merupakan antecedent event bagi seorang.
  2. Belief(B): Yaitu keyakinan, pandangan, nilai/verbalisasi diri iindividu terhadap suatu peristiwa. Keyakinan seseorang ada 2 macam, yaitu keyakinan yang rasional (Rational Belief atau rB) dan keyakinan yang tidak rasional (Irrational Belief atau iB).
  3. Emotional consequence(C): Konsekuensi emosional sebagai akibat / reaksi individu dalam bentuk perasaan senang/hambatan emosi dalam hubungannya dengan antecedent event (A). Konsekuensi emosional ini bukan akibat langsung dari A tetapi disebabkan oleh beberapa variabel antara dalm bentuk keyakinan (B) baik yang rB maupun iB.

Tujuan Konseling :

  1. Memperbaiki dan mengubah sikap, persepsi, cara berpikir, keyakinan klien yang irrasional menjadi rasional
  2. Menghilangkan gangguan emosional yang dapat merusak diri (benci, takut, rasa bersalah, cemas, dll)
  3. Melatih serta mendidik klien agar dapat menghadapi kenyataan hidup secara rasional dan membangkitkan rasa percaya diri.

Tahapan Konseling :

  1. Menunjukkan pada klien bahwa dirinya tidak logis, membantu mereka memahami “bagaimana & mengapa”
  2. Membantu klien agar menghindarkan diri dari ide-ide irrasional
  3. Konselor berusaha “menantang” klien untuk mengembangkan filosofis kehidupan yang rasional dan menolak kehidupan yang irrasional & fiktif.

Teknik-teknik Konseling :

  1. Assertive training: digunakan untuk melatih, mendorong dan membiasakan klien untuk secara terus menerus menyesuaikan dirinya dengan pola perilaku sesuai dengan yang diinginkannya
  2. Sosiodrama: digunakan untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang menekan klien (perasaanperasaan negatif) melalui suatu suasana yang dramatisasikan sehingga klien dapat secara bebas mengungkapan dirinya sendiri baik secara lisan, tulisan ataupun melalui gerakan-gerakan dramatis
  3. Self-modelling: digunakan dengan meminta klien untuk berjanji atau mengadakan komitmen dengan konselor untuk menghilangkan perasaan atau perilaku tertentu.
  4. Reinforcement: digunakan untuk mendorong klien kearah perilaku yang lebih rasional dan logis dengan jalan memberikan pujian verbal ataupun punishment.
  5. Imitasi: digunakan dimana klien diminta untuk menirukan secara terus menerus suatu model perilaku tertentu dengan maksud menghadapi perilakunya sendiri yang negatif.
  6. Social modeling: digunakan untuk menggambarkan perilaku –perilaku tertentu, khususnya situasi-situasi interpersonal yang kompleks dalam bentuk percakapan sosial, interaksi dengan memecahkan masalah-masalah.
  7. Home Work Assigment: digunakan agar klien dapat membiasakan diri serta menginternalisasikan sistem nilai tertentu yang menuntun pola perilaku yang diharapkan.

Hal-hal yang perlu diperhatikan :

  1. Konselor diharapkan dapat memberikan unconditional positive regards
  2. Terapi ini cocok diterapkan pada klien yang mengalami gangguan neurotik, problem psikosomatis, gangguan makan, ketidakmampuan dalam hubungan interpersonal
  3. Terapi ini tidak diberikan pada anak2 yang mengalami autis, gangguan mental gradebawah, skizofrenia

Sumber


Selasa, 16 April 2013

Analisis Transaksional

 Pengertian
     Merupakan psikoterapi transaksional yang dapat digunakan dalam konseling individual, tetapi lebih cocok digunakan dalam konseling kelompok. Analisis transaksional berfokus pada keputusan – keputusan awal yang dibuat oleh klien dan menekankan kemampuan klien untuk membuat keputusan baru.

Tujuan
     Menurut Eric Berne, terdapat 4 tujuan yang ingin dicapai dalam konseling analisis transaksional, yaitu:
  1. Konselor membantu klien yang mengalami kontaminasi (pencemaran) status ego yang berlebihan.
  2. Konselor berusaha membantu mengembangkan kapasitas diri klien dalam menggunakan semua status egonya yang cocok. Ini menyangkut pula dalam memperoleh kebebasan dan kemampuan yang dapat ditembus di antara status egonya.
  3. Konselor berusaha membantu klien dalam mengembangkan seluruh status ego dewasanya. Pengembangan ini pada hakikatnya adalah menetapkan penalaran dan pemikiran individu. Untuk itu dibutuhkan kemampuan serta kapasitas yang optimal dalam mengatur hidupnya sendiri.
  4. Membantu klien dalam membebaskan dirinya dari posisi hidup yang kurang cocok serta menggantinya dengan rencana hidup yang baru, atau naskah hidup (life script) yang lebih produktif. 
Tahap-tahap Analisis Transaksional
Analisis transaksional (suatu istilah yang digunakan untuk seluruh sistem terapi Berne dan suatu tahap analisis psikoterapeutik) mulai menganalisis pasien menurut tahap-tahap ini:
  1. Analisis Struktural, Sadar akan tahap ego yang menyususn dan menemukan fenomenologi kepribadian. Ketiga tahap ego ini antara lain orang tua, dewasa, anak. Tahap analisis transaksional cocok digunakan dalam pertemuan sosial yang disebut transaksional, yaitu pertemuan dua atau lebih individu. Orang pertama menciptakan stimulant transaksional, orang kedua menciptakan suatu respon transaksional.
  2. Analisis Transaksional yang Pantas
  3. Analisis Permainan, Tahap ini sebagai suatu seri pertumuhan transaksi pelengkap tersembunyi dan sebagai hasil yang dapat diprediksi.
  4. Analisis Tulisan, Dibandingkan dengan tulisan-tulisn yang berhubungan dengan drama, tulisan dalam AT adalah mereka yang mengabdikan diri seluruhnya pada drama.
  5. Kontrol Sosial, Pertumbuhan lewat setiap tahap analisis structural pasien akhirnya mencoba mencapai control sosial.
Pasien mulai dengan tahap analisis structural, sadar akan tahap ego yang menyusun dan menemukan fenomenologi kepribadian. Ketiga tahap ego antara lain:
  1. Orang tua: tahap menyerupai figure orang tua
  2. Dewasa: masa kematangan dimana seseorang menghadapi dan menghargai otonomi realitas, atau menghadapi dunia apa adanya.
  3. Anak: masa menyerupai seorang anak, atau masa dimana muncul perilaku kekanakan, atau tindakan arkais.
Tahap analisis transaksional cocok digunakan dalam pertemuan sosial yang disebut transaksional, yaitu pertemuan dua atau lebih individu. Orang pertama menciptakan stimulasi transaksional, orang kedua (yang menjawab) menghasilkan suatu respons transaksional. Transaksi menjadi saling melengkapi ketika responden bereaksi sesuai dengan yang diharapkan, yang berarti juga membiarkan hubungan sosial berjalan lancer. Sebaliknya, ia bisa menjadi transaksi menyilang atau pengganggu komunikasi seperti transaksi-transaksi yang menyebabkan keterpisahan/perceraian.

Berne juga mendefinisikan tahap permainan sebagai suatu seri pertumbuhan transaksi pelengkap tersembunyi dan sebagai hasil yang dapat diprediksi. Berne menggolongkan permainan-permainan sebagai bagian–bagian tulisan. Suatu permainan adalah suatu maneuver ketaksadaran untuk menentukan hubungan-hubungan dalam kehidupan bersama orang lain dalam rangka menggunakan mereka. Terhadap mereka yang terus meratapi kehilangan, Berne melihat mereka sebagai yang membuang-buang waktu menerangkan mengapa mereka kehilangan dan membiarkan diri berpikir tentang apa yang hendak mereka lakukan. Mereka jarang menikmati apa yang sedang mereka lakukan. Orang tua, dewasa, dan anak, sebagai potongan-potongan yang digunakan dalam permainan, merupakan manifestasi dari tahap universal pikiran.

Sementara analisis struktural sebagai prerequisit bagi analisis transaksional, tahap analisis transaksional diikuti oleh analisis permainan, yang digantikan oleh analisis tulisan. Dibandingkan dengan tulisan-tulisan yang berhubungan dengan drama, tulisan dalam analisis transaksional adalah mereka yang mengabdikan diri seluruhnya pada drama. Pertumbuhan lewat setiap tahap analisis struktural. Pasien akhirnya mencoba mencapai control sosial.

Kelebihan Analisis Transaksional
Berne menunjukkan bahwa salah satu nilai lebih dari AT ialah bahwa terapi ini adalah psikiatri sosial dan psikologi individual. Terapi ini memberikan suatu perspektif yang unik tentang interaksi sosial dan fenomena sosial lain. Sering kali pelayanan bersifat tatap muka dengan penekanan umum pada permainan-permainan yang dimainkan di dalam ruang penanganan dan dengan memfokuskan pada transferensi dan konstransferensi perilaku-perilaku yang digerakkan dalam pelayanan naskah.


sumber:
 https://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:iYNwf1CG0ekJ:kk.mercubuana.ac.id/files/61039-6-960550715646.doc+terapi+analisis+transaksional+pdf+mercubuana&hl=en&pid=bl&srcid=ADGEESiUtkai4Tx8zdPaR7RogAbTgzeboNAxpYjOzJ2o--qxDHlAVBj6TLL1OSROBREh6kUM0R4QbuyK0rouS53nPhQYkJE3PYlqcuRT2o4m8a3zhwQKbA1jeKgqHNfEqYSIOfZI0ImH&sig=AHIEtbRVQIPRRdCpI4XbEmd9lHYmnNdvcg
Naisaban, Ladislaus.(tanpa tahun). Para Psikolog Terkemuka Dunia (Riwayat Hidup, Pokok Pikiran, dan Karya). Jakarta: Gunung Mulia

Senin, 01 April 2013

Person Centered Therapy (Carl Rogers)

Person Centered Therapy (PCT) juga dikenal sebagai person centered psychotherapy, person centered counseling, client centered therapy, dan Rogerian psychotherapy . PCT adalah bentuk pembicaraan psikoterapi yang dikembangkan oleh psikolog Carl Rogers pada 1940-an dan 1950-an.
Tujuan dari PCT adalah untuk memberikan klien kesempatan untuk mengembangkan rasa diri dimana mereka dapat menyadari bagaimana sikap, perasaan dan perilaku mereka sedang dipengaruhi secara negatif dan berusaha untuk menemukan potensi diri positif mereka dengan benar.
Dalam teknik ini, terapis menciptakan lingkungan yang nyaman dan tidak menghakimi dengan menunjukkan congruence (keaslian), empati dan hal positif tanpa syarat terhadap klien mereka saat menggunakan pendekatan non-direktif.

Rogers menyatakan bahwa ada enam kondisi yang diperlukan dan cukup diperlukan untuk perubahan terapi:
  1. Kontak psikologis terapis-klien: hubungan antara klien dan terapis harus ada, dan itu harus menjadi hubungan di mana persepsi setiap orang yang lain adalah penting.
  2. Client in-congruence atau kerapuhan: terdapat kecocokan antara pengalaman dan kesadaran klien. Selain itu, kerentanan dan kecemasan klien-lah yang memotivasi klien untuk tetap dalam hubungan tersebut.
  3. Therapist Congruence atau keaslian: terapis adalah sama dan sebangun dalam hubungan terapeutik. Terapis secara mendalam terlibat dengan dirinya sendiri, mereka tidak "berakting" dan mereka dapat memanfaatkan pengalaman mereka sendiri (self-disclosure) untuk memfasilitasi hubungan.
  4. Therapist Unconditional Positive Regard (UPR): terapis menerima klien tanpa syarat, tanpa penilaian, penolakan atau persetujuan. Ini memfasilitasi peningkatan harga diri di klien, karena mereka dapat mulai menyadari pengalaman di mana pandangan mereka tentang diri terdistorsi oleh orang lain.
  5. Therapist Empathic understanding: pengalaman terapis memahami secara empatik.
  6. Persepsi Klien: klien setidaknya dapat mempersepsikan terapis UPR dan pemahaman empatik.

 Prinsip-Prinsip Konseling 
Konseling berpusat pada individu (person) dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut :
  1. Konseling berpusat pada individu difokuskan pada tanggung jawab dan kesanggupan klien untuk menemukan cara-cara menghadapi kenyataan secara lebih sempurna. 
  2. Menekankan pada dunia fenomenal klien, dengan jalan memberi empati dan perhatian terutama pada persepsi klien dan persepsinya terhadap dunia.
  3. Konseling ini dapat diterapkan pada individu yang dalam kategori normal maupun yang mengalami derajat penyimpangan psikologis yang lebih berat.
  4. Konseling merupakan salah satu contoh hubungan pribadi yang konstruktif.
  5.  Konselor perlu menunjukkan sikap-sikap tertentu untuk menciptakan hubungan terapeutik yang efektif kepada klien. 
Tujuan Konseling
Bagi Rogers, tujuan konseling pada dasarnya sama dengan tujuan kehidupan ini yang biasa disebut dengan fully functioning person, yaitu pribadi yang berfungsi sepenuhnya. Menurut Rogers, fully functioning person memiliki kesamaan dengan self actualization meskipun memiliki sedikit perbedaan. Fully function person merupakan hasil dari proses dan karena itu lebih bersifat becoming, sedangkan aktualisasi diri sebagaimana yang dikemukakan Maslow lebih merupakan keadaan akhir dari kematangan mental dan emosional karena itu lebih merupakan self-being.

Secara singkat tujuan konseling ini mencakup : terbuka terhadap pengalamannya, adanya kepercayaan terhadap organismenya sendiri, kehidupan eksistensial yaitu sepenuhnya dalam setiap momen kehidupan, perasaan bebas, dan kreatif.

Tahapan Konseling
Tahapan konseling, jika dilihat dari apa yang dilakukan konselor dapat dibuat dalam dua tahap, yaitu:
  1. Tahap pembangunan hubungan terapeutik, menciptakan kondisi fasilitatif, dan hubungan yang subtantif seperti empati, kejujuran, ketulusan, penghargaan dan positif tanpa syarat. 
  2. Tahap kelanjutan yang disesuaikan dengan efektivitas hubungan pada tahap kedua yang disesuaikan dengan kebutuhan klien.
Sedangkan jika dilihat dari segi pengalaman klien dalam proses hubungan konseling dapat dijabarkan bahwa proses konseling dapat dibagi menjadi empat tahap, yaitu
  1. Klien datang ke konselor dalam kondisi tidak kongruensi, mengalami kecemasan, atau kondisi penyesuaian diri yang tidak baik.
  2. Saat klien menjumpai konselor dengan penuh harapan dapat memperoleh bantuan, jawaban atas permasalahan yang sedang dialami dan menemukan jalan atas permasalahnnya. Perasaan yang dialami klien adalah ketidakmampuan mengatasi kesulitan hidupnya.
  3. Pada awal proses konseling, klien menunjukkan perilaku, sikap, dan perasaannya yang kaku. Dia menyatakan permasalahan yang dialami kepada konselor secara permukaan dan belum menyatakan pribadi yang dalam. Pada awal-awal ini, klien akan cenderung mengeksternalisasi perasaan dan masalahnya dan mungkin bersifat defensif.
  4. Konselor menciptakan kondisi yang kondusif dengan sikap empati dan penghargaan, konselor terus membantu klien untuk mengeksplorasi dirinya secara lebih terbuka. Jika hal ini berhasil maka klien mulai menunjukkan sikapnya yang menyatakan diri yang sesungguhnya. Pada tahap ini, klien mulai menghilangkan sikap dan perilaku yang kaku, membuka diri terhadap pengalamannya, dan belajar untuk bersikap lebih matang dan lebih teraktualisasi, dengan jalan menghilangkan pengalaman yang didistorsinya.  
sumber:
en.wikipedia.org/wiki/Person-centered_therapy
 https://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:u2oKQKIDwigJ:kk.mercubuana.ac.id/files/61039-7-694099889667.doc+psikoterapi+menurut+pandangan+rogers+person+center+therapy&hl=en&pid=bl&srcid=ADGEESjkLWUSRJEbTJVGgdXxKaCMSiweK4lBCbrb_uuQZ_0R8jwChG_OD7Ejw48ZD6vi7oPrq-neZ6OoDyFqL2DCi304Y8oCcJIscBoCPlBJ2yqxUVeEPhtAeoAFPq220n8F2S8hiq9O&sig=AHIEtbQQfCo1XZx650BGmuj90gXikqDLJg