Selasa, 07 Mei 2013

LOGOTERAPI

PENGERTIAN
Pencetus logoterapi adalah Viktor Frankl. Istilah logoterapi sendiri berasal dari dua kata, yakni, “logos” dan terapi,yaitu suatu terapi yang berani menembus dimensi spiritual dari keberadaan manusia. Kata “logos” berarti makna (meaning) menjadi manusia. Artinya diarahkan pada sesuatu dari seseorang dan bukan pada diri sendiri. Bisa juga berarti roh (spirit), yakni dimensi “noetik” (spiritual) manusia dalam arti antropogis dan bukan dalam arti teologis. Dalam kenyataannya, logoterapi merupakan suatu terapi yang diarahkan pada makna, yakni makna dalam dan untuk keberadaan manusia. Karena itu, manusia harus menerima tanggung jawab dan menemukan nilai-nilai bagi kehidupannya.
TUJUAN
  1. Memecahkan usaha pasien untuk berpusat pada dirinya sendiri karena pasien dikonfrontasikan dengan dan diarahkan kepada makna hidupnya.
  2. Terapis membantu pengalaman individual yang nyata (real) dari pasien sehingga ia dapat mengikuti potensi-potensinya dan melampaui keadaan-keadaannya yang tidak wajar (menghasilkan dalam diri pasien keadaan manusia yang pada dasarnya adalah transendensi diri).
  3. Terapis harus harus membantu pasien menghilangkan kecemasan dan neurosis kompulsif eksesif.
LANGKAH-LANGKAH dalam PROSES TERAPI
  1. Menghadapi situasi itu. Diagnosis yang tepat merupakan langkah pertama dalam terapi dan merupakan sesuatu yang penting. Seluruh gangguan fisik pasien merupakan faktor-faktor fisik, psikologis, dan spiritual. Tidak ada neurosis somatogenik, psikogenik, atau noogenik saja. Tujuan diagnosis adalah menentukan sifat dari setiap faktor dan mengidentifikasi faktor manakah yang dominan. Apabila faktor fisik yang dominan, maka kondisi itu disebut psikosis, dan apabila faktor psikologis  yang dominan maka kondisi tersebut adalah neurosis. Sebaliknya, apabila faktor spiritual yang dominan maka kondisi tersebut adalah neurosis noogenik. 
  2. Kesadaran akan simtom. Dalam menangani reaksi-reaksi neurosis psikogenik, logoterapi diarahkan bukan pada simtom-simtom dan bukan juga pada penyebab psikis, melainkan sikap pasien terhadap simtom-simtom tersebut. Dalam mengubah sikap pasien terhadap simtom-simtom itu, logoterapi benar-benar merupakan suatu terapi yang personalistik.
  3. Mencari penyebab. Logoterapi berkenaan dengan makna dalam berbagai aspek dan bidangnya. Makna keberadaan itu dapat berupa makna hidup dan mati, makna penderitaan, makna pekerjaan,dan makna mati.
  4. Menemukan hubungan antara penyebab dan simtom.
    • Teknik logoterapi yang disebut intensi paradoksial (paradoxial intention) sangat berguna dalam kasus-kasus yang menyangkut kecemasan antisipatori.
    • Teknik derefleksi memungkinkan pasien untuk mengabaikan neurosisnya dan memusatkan perhatian pada sesuatu yang terlepas dari dirinya.
    • Bimbingan rohani (spiritual ministry) dapat diberikan untuk pasien yang mengalami kasus yang tidak bisa disembuhkan dan nasib buruk yang tidak diubah, perhatian pasien diarahkan kepada unsur rohani dan didorong supaya pasien menemui nilai bersikap.
PERANAN dan KEGIATAN TERAPIS
  1. Menjaga hubungan yang akrab dan pemisahan ilmiah. Terapis pertama-tama harus menciptakan hubungan antara pasien dengan mencari keseimbangan antara dua ekstrem, yakni hubungan yang akrab (seperti simpati) dan pemisahan secara ilmiah (menangani pasien sejauh ia melibatkan diri dalam teknik terapi).
  2. Mengendalikan filsafat pribadi. Terapis tidak boleh memindahkan filsafat pribadi pada pasien. Karena logoterapi digunakan untuk menangani masalah-masalah yang menyangkut nilai-nilai dan masalah-masalah spiritual (seperti aspirasi terhadap hidup yang bermakna, makna cinta, makna penderitaan, dsb) maka terapis harus bersikap hati-hati dan tidak boleh memaksakan filsafat atau konsep tentang nilai-nilainya sendiri kepada pasien.
  3. Terapis bukan guru atau pengkhotbah. Terapis harus membiarkan pasien untuk menentukan apakah dia menafsirkan tugas hidupnya sebagai orang yang bertanggung jawab terhadap masyarakat, terhadap suara hatinya, atau terhadap Tuhan. Terapis adalah seorang spesialis mata dalam pengertian bahwa ia member kemungkinan kepada pasien untuk melihat dunia sebagaimana adanya, dan bukan seorang pelukis yang menyajikan dunia sebagaimana ia sendiri melihatnya.
  4. Memberi makna lagi pada hidup. Apabila terapis berkonfrontasi dengan masalah mengenai makna hidup, maka ia harus memperhatikan bahwa makna hidup itu berbeda pada masing-masing orang dan berbeda juga dari momen ke momen. Itu berarti bahwa terapis berkonfrontasi bukan dengan makna hidup pada umumnya (makna hidup universal), melainkan makna hidup khusus dalam momen tertentu
  5. Memberi makna lagi pada penderitaan. Terapis harus menekankan juga bahwa hidup manusia dapat dipenuhi tidak hanya dengan menciptakan sesuatu atau memperoleh sesuatu, tetapi juga dengan menderita. Manusia akan mengalami kebosanan dan apati kalau ia tidak mengalami kesulitan atau penderitaan.
  6. Menekankan makna kerja. Tugas terapis adalah memperlihatkan makna pada pekerjaan itu sehingga nilai-nilai yang dimiliki oleh orang-orang yang bekerja berubah.
  7. Menekankan makna cinta. Tugas terapis adalah menuntun pasien untuk mencintai dalam tingkat spiritual atau tidak mengacaukan cinta seksual dengan cinta spiritual yang menghidupi pengalaman orang lain dalam semua keunikan dan keistimewaannya.
TEKNIK LOGOTERAPI
  1.  Intensi paradoksial. Yaitu teknik mendekati dan mengejek sesuatu (gejala) dan bukan menghindari atau melawannya. Teknik pada dasarnya bertujuan lebih daripada perubahan pola-pola tingkah laku. Lebih baik dikatakan suatu reorientasi eksistensial. Landasan dari intensi paradoksial ini adalah kesanggupan manusia untuk bebas bersikap dan mengambil jarak terhadap dirinya sendiri. Mengambil jarak terhadap diri sendiri berarti melampaui diri sendiri, dan inilah yang dinamakan humor.
  1. De-refleksi. Frankl percaya bahwa sebagian besar persoalan kejiwaan berawal dari perhatian yang terlalu terfokus pada diri sendiri. Dengan mengalihkan perhatian dari diri sendiri dan mengarahkannya pada orang lain, persoalan-persoalan itu akan hilang dengan sendirinya.

Sumber:
Semiun, Yustinus. (2010). Kesehatan Mental 3. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar